Perkara yang diperbolehkan tapi juga dibenci oleh Tuhan, itulah perceraian.
Tentu siapa yang tidak mau memiliki keluarga yang bahagia, damai dan langgeng sampai akhirnya dipisahkan oleh maut. Tapi pada kenyataannya, keinginan dan realitas bisa jadi gak sama ya Mak. Itulah mengapa banyak sekali pasangan yang akhirnya dengan berat hati memutuskan dan memilih perceraian sebagai solusi.
Mengapa Harus Bercerai?
Ada banyak alasan yang membuat pasangan memutuskan  untuk bercerai, misalnya karena sudah terlalu sering bertengkar, tidak lagi punya rasa sayang terhadap pasangan dan yang paling sering diungkapkan adalah karena sudah tidak punya kesamaan visi berumahtangga. Dalam masyarakat kita, perceraian masih dianggap sebagai aib dan sebuah kesalahan besar jika rumah tangga berakhir dengan perceraian. Kenapa? karena kita seringkali mengukur dan menilai oranglain dengan sudut dan kacamata pandang kita.
Baca juga :Â 10 Pantangan Setelah Pertengkaran Hebat dengan Suami
Empati dan simpati seringkali tidak hadir dalam kehidupan sosial kita, sehingga dengna mudah kita menilai buruk oranglain. Padahal bisa jadi keputusan itu, keputusan terbaik termasuk dalam hal perceraian. Â Sejarah menunjukkan ada banyak kisah yang menceritakan bahwa perceraian tidak melulu disebabkan karena alasan-alasan remeh dan sepele.
Misalnya kita bisa mengingat kembali kisah Abu Bakar Ash Shiddiq ra, Sahabat dekat Nabi Muhammad saw yang justru meminta anaknya Abdullah untuk segera menceraikan istrinya Atikah. Kenapa? Karena Abdurrahman terlihat sangat, sangat mencintai istrinya, rumah tangganya sangat bahagia, tidak pernah ada pertengkaran sekecil apapun. Hal ini membuat Abu Bakar ra khawatir dan cemas, kalau-kalau kecintaan anaknya terhadap istrinya yang begitu besar bisa mengalahkan rasa cinta kepada Allah swt. Ya, dan Abdurrahman pun taat kepada sang Ayah, ia segera ceraikan sang istri meski dengan hati yang sangat berat, namun sadar itu dilakukannya untuk menjaga ketaatannya kepada sang Khalik.
Kelak, Abdurrahman diceritakan kembali rujuk dengan istrinya. Namun ia membuktikan kepada sang Ayah bahwa rasa cintanya tidak melalaikan kecintaannya kepada Allah swt. Ia pun meninggal di medan peperangan tidak lama berselang setelah rujuk dengan Atikah.
Baca juga :Â Cara Memelihara Pernikahan Jarak jauh
Hikmah dari perceraian, adakah?
Mak, dalam setiap kejadian selalu ada hikmah, termasuk dalam hal perceraian. Ada banyak sebab yang membuat perceraian terjadi, jadi kita tidak boleh dan tidak berhak untuk menilai perceraian apalagi mencap sebagai aib besar saat harus berakhir dengan kata cerai.
Cerai adalah keringanan yang Allah berikan karena sifatnya darurat. Kenapa darurat? Karena bisa jadi hubungan rumah tangga sudah tidak lagi berkah, memburuk dan sulit untuk keduanya untuk saling menghargai dan menghormati sebagai sesama pasangan. Jadi, cerai bukan hal haram dilakukan , tapi juga jangan sampai terlalu mudah mengumbar kata cerai. Ada banyak hikmah yang bisa diambil dalam perceraian, misalnya jadi waktu introspeksi untuk kedua pasangan. Memperbaiki diri dan menyadari kesalahan. Hingga akhirnya, berakhir pada kembali rujuk dengan pasangan sebelumnya dengan niat memperbaiki hubungan atau memulai kehidupan dengan oranglain.
Baca juga :Â 6 Tips Jitu agar Suami Tidak Selingkuh
Perceraian juga bisa berarti penyelamatan. Kalau diibaratkan rumah  tangga itu seperti kapal, maka rumah tangga yang sering dihiasi dengan pertengkaran seperti layaknya mau karam. Maka, penyelamatan wajib dilakukan. Perceraian bisa jadi penyelamatan baik untuk istri, suami, anak bahkan keluarga besar. Ada suami yang diselamatkan dari istri yang durhaka. Ada istri yang diselamatkan dari kebengisan suami. Ada anak yang diselamatkan dari konflik rumah tangga yang tidak baik bagi perkembangan psikis emosinya.
Jadi Mak, saat perceraian jadi pilihan terakhir dalam rumah tangga, pastikan akhiri dengan penuh kesabaran dan ketenangan. Terutama jika pasangan sudah dikaruniai anak, maka pendekatan kepada anak wajib dilakukan untuk menjaga perasaannya. Komunikasikan sesuai dengan tahapan perkembangannya. Pastikan anak tetap mendapatkan ayah dan bundanya meskipun nanti sudah tidak bersama lagi.