8 Kesalahan Kecil Orangtua Yang Membahayakan Untuk Anak (Part 1)

parent

Mengasuh dan mendidik anak bukanlah perkara mudah ya Mak. Selama prosesnya seringkali banyak orangtua yang kehilangan kendali, tidak mampu menjaga emosi atau bahkan akhirnya membebaskan anak dan memenuhi segala permintaan anak karena malas bernegosiasi. Mendidik anak tentu lebih berat ketimbang hanya membesarkannya. Karena dalam proses mendidik itulah, kita sebagai orangtua sedang berupaya menginstall atau memasukkan nilai-nilai ke dalam diri anak. Nilai itu bisa positif , bisa juga negatif tergantung pola asuh seperti apa yang dipilih orangtua.

Tidak sedikit, kita juga melakukan kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari bisa membahayakan bagi perkembangan anak terutama dalam hal perkembangan psikisnya. Dampak yang dimaksud memang tidak akan langsung terlihat, sehingga orangtua sering menganggapnya sepele. Itu baru akan terasa dan terlihat efeknya dalam beberapa waktu kemudian, setelah terbentuk menjadi karakter anak.

Pada artikel kali ini, saya ingin membahas secara ringkas 8 kesalahan kecil orangtua yang membahayakan untuk anak. Dengan harapan tentu kita tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama demi pertumbuhan dan perkembangan anak yang baik.

Kesalahan pertama : Terbiasa Berbohong

” Ayo Dek makannya dihabiskan ya… Nanti kalo habis kita pergi jalan-jalan lho”

” Sayang, Mama pergi kerja dulu ya. Jangan nangis !! Kalo ga nangis, pulang kerja mama belikan mainan”

Pernah berbicara seperti  itu pada si kecil?

Apakah Mak benar-benar mematuhi apa yang dijanjikan ? Apakah Mak benar-benar ajak jalan-jalan si kecil setelah ia menghabiskan sepiring besar makanannya? Bagus, jika Mak memenuhi janji. Tapi bisa bahaya, jika tidak.

Terbiasa berbohong adalah kesalahan sekaligus kebiasaan yang paling sering dilakukan orangtua. Terutama untuk membujuk anak agar ia patuh dan taat pada apa yang kita inginkan. Pada awalnya mungkin anak akan patuh, namun lama kelamaan ia tidak lagi akan patuh dan mengabaikan apa yang Mak perintahkan.

Kenapa? karena anak kehilangan rasa percaya pada orangtuanya. Jadi Mak, kepatuhan anak akan hilang seiring dengan hilangnya rasa percaya karena sering dibohongi. Buah hati kita akan merasa kecewa dan terluka saat orangtuanya berbohong, secara tidak disadari hal itu akan terekam dalam memori bawah sadarnya bahwa kebohongan bukanlah hal yang dilarang karena orangtua nya pun sering berbohong.

Oleh karena itu, jika Mak merasa heran kenapa anak tidak lagi penurut, sering membantah dan sulit diatur , maka yang harus dilakukan adalah lakukan introspeksi diri. Mungkin Mak secara tidak sadar sering berbohong kepada anak, yang membuatnya tidak lagi menaruh kepercayaan.

Jadi, hindari berbohong ya Mak.  Berkatalah jujur dalam setiap hal, ungkapkan dengan kasih sayang kepada anak agar ia bisa mengerti dan memahami. Saat berjanji, usahakan untuk menepatinya, jika belum mampu menepati katakan kepada anak apa alasannya.

Kesalahan kedua : Tidak Konsisten

Kesalahan berikutnya yang seringkali dianggap sepele oleh orangtua adalah tidak konsisten. Orangtua sering tidak konsisten dalam banyak hal, misal tidak konsisten menjalankan aturan, tidak konsisten terhadap kesepakatan, tidak konsisten terhadap hadiah dan hukuman kepada anak.

Konsisten juga merupakan salah satu kunci tumbuhnya kepercayaan anak kepada orangtua, karena sangat erat hubungannya dengan kejujuran. Orangtua yang konsisten akan dilihat oleh anak sebagai orangtua yang jujur. Misalnya dalam hal penerapan hadiah dan hukuman. Orangtua sering menjanjikan sesuatu saat anak mengikuti apa yang diperintahkan atau diharapkan orangtua, misalnya “Dek, kalau nanti ujian dapat nilai 100 Mama belikan buku baru ya”. Nah, saat hasil ujian anak mendapatkan nilai 100, maka Mak harus benar-benar menepati janji untuk membelikan buku baru. Jika tidak, maka anak akan melihat Mak sebagai ibu yang pembohong sekaligus tidak konsisten.

Tidak hanya dalam masalah pemberian hadiah, konsitensi orangtua juga diuji saat memberikan hukuman ketika anak melakukan kesalahan. Biasanya orangtua akan menunda atau bahkan membatalkan hukuman saat anaknya kembali bersikap baik, setelah sebelumnya melakukan kesalahan. Jika orangtua tidak konsisten, anak akan menganggap bahwa hukuman hanyalah gertak sambal saja, karena toh saat ia melakukan kesalahan orangtua tidak memberikan hukuman apapun.

Konsistensi mutlak dimiliki orangtua, baik Ayah ataupun Ibu. Jangan sampai pada prakteknya ada ketidakkompakan. Misal saat anak melakukan kesalahan Ayah taat pada aturan yang disepakati dan memberikan hukuman, tapi karena merasa kasihan Mak malah membebaskan anak dari hukuman. Hal-hal remeh semacam ini, tidak boleh terjadi ya Mak. Di depan anak, orangtua harus tetap kompak pada setiap aturan yang dibuat dalam hal mendidik anak.

Pada bagian ini kita bahas 2 kesalahan dulu ya Mak, nantikan kelanjutan kesalahan-kesalahan orantua dalam mendidik anak di bagian selanjutnya ya.